Di Pantai Budung, Rinduku Bersenandung

Cerita saya ketika mengajak pacar jalan ke pantai budung

Ini kedua kalinya saya pergi ke Pantai Budung. Yang pertama sekitar bulan Juni yang lalu. Saya pergi bareng Azan, Jol dan Adam. Dan untuk pergi yang kedua kali ini saya di temani sang kekasih. Siapa lagi kalau bukan “Si Cantik dari Simpang Lebai”. Hahaha

Sebenarnya sudah lama saya ingin mengajak dia ke Pantai Budung. Selain karena pemandangannya cukup bagus, di kota ini juga tidak terlalu banyak tempat wisata yang bisa di kunjungi. Cuma ngajak dia ke sini memang bukan perkara mudah. Selain karena keterbatasan waktu, sebab satu bulan cuma sekali bertemu, dia juga orangnya suka badmood.

“Yank, untuk pertemuan bulan ini kita mau kemana?”
“Kemana aja deh. **** ikut aja”
“Kalau ke Pantai Budung gimana?”
“Terserah”
“Okey! Kalau gitu kita ke pelaminan aja ya?”
“Jangan sampai **** ajak abg nikah Jum’at ini e”
“…”

Selain suka badmood, pacar saya orangnya cukup kalem. Dia bukan tipikal orang yang kalau rindu langsung bilang gitu. Dia lebih suka mengungkap kan lewat prilaku. Tidak jarang kalau sedang rindu, dia cari gara-gara biar punya alasan untuk berantem.

Tapi sekalem-kalemnya dia, kalau sudah bersikap romantis, aduhai manisnya. Pagi-pagi sudah spam chat, bangunin biar nggak telat sholat subuh. Tengah hari pas saya kerja, di minta untuk pulang tepat waktu, biar nggak telat makan siang. Belum lagi setiap chat selalu di kasih emot love yang membuat chat lebih berwarna.

Ada lebih kurang 10 hari dia bersikap manis seperti itu. Saya berharap bisa menjaga mood nya tetap baik sampai hari kita bertemu. Bukannya apa-apa. Saat dia sedang badmood saja, pas jalan sama dia selalu ada moment yang bikin bahagia. Apalagi kalau dari awal sampai akhir mood nya terjaga dengan baik. Huuuu pasti lebih asyik.

Tapi harapan tinggal harapan. Satu hari sebelum bertemu, untuk pertama kalinya dia badmood  setelah 10 hari sebelumnya bersikap cukup manis.

Di Pantai Budung, Rinduku Bersenandung
Foto hanya sebagai ilustrasi (sumber : Instagram Unaa TikTok)


Hari itu, Jum’at sore. Seperti biasa, di kampung ada kegiatan gotong royong di masjid. Karena sore itu hujan cukup lebat, jadi gotong royong yang biasanya setiap pukul 14:00 WIB terpaksa di mundur sampai hujan berhenti.

Setelah hujan berhenti, saya bergegas pergi gotong royong. Tidak lupa saya kasih tahu dia. Seperti biasa, setiap pergi gotong royong saya tidak pernah  bawa Hp. Saya selalu matikan paket data, hidupkan mode pesawat, kemudian Hp nya saya cas di kamar. Biar sorenya bisa untuk video called sama dia.

Saya gotong royong seperti biasa, tidak ada firasat sedikitpun bahwa dia akan badmood beberapa jam kemudian. Saya pulang gotong royong sekitar pukul 17:10 WIB. Dalam perjalanan pulang, saya melihat dia lewat sama emak dan adik bungsunya. Sebelum saya sempat tersenyum, dia sudah senyum duluan. Aduhai!!!

Setelah sampai dirumah, saya langsung mandi kemudian sholat Asar. Setelah semuanya selesai, saya istirahat sambil lihat Hp

“Yank!”
“Haa”
“Lagi dimano?”
“Kedai. Eh tadi ke masjid bawa Hp?”
“Tidak dw, Yank. Hp cas dirumah”
“Yakin?”
“Yakin”
“Data hidup?”
“Data tak hidup. Orang cas mode pesawat kok”
“FB abg siapo aj yg pegang sandinya???”
“Abg doang yank”
“Ye kee?”

“Iyo… Dari mulai pertamo pacaran, tak pernah pacar abg pegang fb dw”
“…”

Dari rangkaian pertanyaannya tersebut, saya mulai bingung “Ini bocah kenapa?”

“FB bisa on kalau data mati?”
“Bisa on tapi kalau kita buka profil orang tw, ada waktu terakhir on nya. Macamnya klo kita matikan data, tak langsung mati gitu”
“Jam 4.38 belum balik kan?
“Belum yank”

Dua menit kemudian dia mengirimkan screenshot Facebook saya yang ada tanda hijaunya, yang berarti saya sedang online sekitar pukul 4.38 WIB.

Saya tentu saja bingung, kok Facebook saya aktif. Padahal sebelum pergi gotong royong tadi, data saya matikan, Hp saya cas dalam mode pesawat. Tapi dia tak mungkin ngarang cerita sebab screenshot sebagai bukti valid nya ada.

Awalnya saya fikir ada yang membobol akun Facebook saya. Saya buka Facebook, saya lihat dengan teliti tapi tidak ada yang mencurigakan. Saya buka pengaturan akunnya untuk melihat perangkat apa saja yang mengakses akun Facebook saya. Saya lihat cuma ada perangkat Xiaomi Redmi Note 5A, Hp yang saat ini saya gunakan. Cuma lokasi mengaksesnya di Pekan Baru sedangkan saya di Bengkalis. Walau sempat membuat saya bertanya-tanya kenapa lokasi nya bisa beda tapi saya tidak menemukan hal-hal aneh yang bisa membuat saya curiga.

Saya ambil screenshot perangkat yang mengakses akun Facebook saya tersebut kemudian mengirimnya kepada pacar. Biar dia tidak berfikir macam-macam.

Tapi dianya cuma balas satu kata :

YELAH

Dari balasan singkatnya tersebut, saya sudah bisa menebak kalau dia sudah terlanjur badmood. Dan terbukti, setelah sepatah kata tersebut, malamnya dia tidak ada chat sama sekali. Saya chat tapi nggak di balas.

Malamnya menjelang tidur, saya baca kembali chat dia sore tadi. Apa ada yang salah hingga dia bisa badmood tiba-tiba seperti itu.

Setelah saya baca berulang kali, saya tidak menemukan satu pun yang aneh. Cuma saya curiga dia badmood sebab melihat screenshot lokasi mengakses Facebook saya tersebut.

Iya, Pekan Baru

Dia tahu kalau di Kota Bertuah tersebut ada mantan pacar saya. Dia pasti berfikir, mantan saya tersebut yang login ke Facebook saya. Saya cuma senyum-senyum doang. Fix, dia pasti cemburu.

Cuma masalahnya, saya memang tak pernah tukeran akun Facebook dengan mantan pacar saya. Buat apa? Biar di bilang romantis begitu?

Hey! Masih banyak cara untuk menunjukkan sisi romantis mu tanpa harus tukeran akun Facebook. Atau biar dia tidak selingkuh? Selingkuh itu tergantung niat. Sekalipun kamu tukeran akun Facebook, kalau dia selingkuhnya di WhatsApp, kamu bisa apa?

Jadi, malam itu saya tidur dengan sebuah pertanyaan menggantung di fikiran “Itu Bocah Kenapa?”

***

Pagi-pagi lagi saya chat untuk memastikan kalau dia baik-baik saja. Tapi cuma di baca doang. Chat di baca tapi tidak di balas, udah kayak chat sama mayat hidup.

Siangnya saya chat, tetap saja tidak di balas. Sekitar pukul 12.00 WIB kembali saya chat.

“Yank, jadikan ketemu hari ini?”
“Penting e?
“Pentinglah. Abg udah menunggu detik demi detik. Masak tidak jadi”
“**** masih nyaman rebahan di kamar”.
“Siap-siaplah yank, nanti setelah Sholat Zuhur kita gerak”
“Abg geraklah dulu, tunggu di tempat biasa. Nanti kalau ketemu hidayah **** nyusul”
“Di kampung ini mano ad orang yang namonya hidayah”
“…”

***

Jadi setelah Sholat Zuhur saya langsung bergerak ke tempat biasa kita janjian ketemu. Tidak lupa sebelum pergi saya chat dia agar segera menyusul tapi harus tetap hati-hati bawa motornya.

Cukup lama saya menunggu dia sampai. Saya sempat berfikir kalau dia berubah fikiran. Tapi setelah saya berfikir ulang, kecil kemungkinan dia tidak datang. Saya tahu persis, walaupun sering badmood, dia bukan tipikal orang yang suka ingkar janji. Dia takkan akan tega membiarkan pacarnya menunggu sekian lama.

Dan benar saja, tidak lama kemudian saya mendengar bunyi motor Beat berhenti depan rumah kakak saya. Saya fikir dia sudah sampai. Langsung saja saya buka pintu. Tapi ternyata ibuk-ibuk pakai motor Beat yang sama warnanya dengan motor pacar saya. Si ibuk-ibuk kebingungan mencari jalan ke rumah orang arisan yang rumahnya persis di belakang rumah kakak saya.

RINDU MEMBUAT SAYA JADI BERHALUSINASI

Tidak lama kemudian pacar saya sampai. Dia tampil anggun dengan baju warna putih dan rok warna merah hati. Tapi kok saya merasa ada yang aneh? Tunggu-tunggu, kami kan mau ke pantai, tapi kok baju nya kayak mau pergi undangan?

Sebenarnya nggak ada yang salah sih. Dia tampil cukup cantik kok. Cuma baju putih di bawa pergi ke pantai dalam keadaan cuaca yang tidak menentu seperti ini, kok jadi nggak yakin ya?

“Datang juga ternyata. Ingatkan tak datang tadi”
“Macam ado dengo orang bercakap”
“…”

Jadi, kami duduk-duduk sebentar sebelum pergi ke Pantai Budung. Dia masih badmood. Sehingga hemat sangat dengan kata-kata. Satu ditanya, satu juga yang di jawab.

“Yank, kita berangkat sekarang yukk. Nanti keburu sore”
“Okey”
“Pakai V-Ixion atau Beat?”
“V-Ixion aja deh”

“Okey”

Biasanya dia selalu memilih Beat, mungkin karena tempatnya lumayan jauh makanya dia memilih V-Ixion. Biar lebih cepat sampai agaknya.

“Yank”
“Apo lagi?”
“…”

Sebenarnya saya  ingin bilang kalau jalanan ke Pantai Budung ada yang melewati jalan berbatu yang kalau musim panas berdebu, sedangkan kalau musim hujan berair. Saya lihat ke langit, gelap. Mungkin sebentar lagi turun hujan.

Pacar saya kan pakai baju putih. Kemudian V-Ixion saya sparbor-nya pendek. Kalau melewati jalanan berair, airnya naik ke atas. Orang yang bonceng di belakang pasti bajunya basah dan kotor.

Tapi karena pacar saya badmood. Saya diam saja. Biarlah jalanan berdebu atau berair yang akan menjelaskan semuanya.

***

Di perjalanan, saya yang lebih banyak ngomong. Dia lebih banyak diam di belakang. Saya berusaha menjelaskan kronolongi Facebook saya yang aktif semalam ketika saya sedang gotong royong. Tidak lupa pula saya menjelaskan kenapa lokasi akses Facebook saya di Pekan Baru walaupun lokasi saya saat ini ada di Bengkalis.

Panjang lebar saya menjelaskan tapi dia tidak terlalu menanggapi. Tapi saya yakin dia paham apa yang saya jelaskan karena pada dasarnya dia cewek yang cerdas.

Baru setelah memasuki jalan berbatu dia mulai aktif ngomong.

“Eh.. Jalan berbatu ini panjang bg?”
“Tidak dw yank. Paling 1 KM”
“Tadi kenapo tak cakap kalau lewat jalan macam gini. Kalau taukan mending pakai Beat ajo”
“Tadi abg mau bilang tapi dio lagi badmood. Jadi abg diam ajo”
“…”

Tidak lama kemudian hujan turun rintik-rintik.

“Bg, hujan. Lamo lagi sampai?”
“Kejap lagi yank. Mungkin”
“Lho. Kok mungkin? Macam abg tak yakin ajo”
“Abg bukan tak yakin tapi lupo jalan”
“…”

Iya, saya lupa jalan. Walaupun pernah pergi sekali tapi itu sudah beberapa bulan yang lalu. Pergi pertama pun kami sempat tersesat. Kebablasan jauh kemudian patah balik lagi.

Walaupun saya lupa jalan, tapi saya ingat masjid tempat kami Sholat Asar kemaren. Tidak jauh dari masjid itu ada simpang yang ada pasarnya. Masuk ke simpang tersebut, di ujungnya lah terletak Pantai Budung.

“Abg betul ke lupo jalan? **** tak nak e sesat sampai malam tak balek”
“Ey, tak segitunya lah yank. Tenang ajo lah. Nanti kalau tak sesat, jangan badmood-badmood lagi e”
“…”

Dan benar saja, setelah melewati masjid tempat kami Sholat Asar kemaren. Ingatan saya kembali menguat dan terbukti saya tidak salah memilih simpang. Ehe

***

Sampai di Pantai Budung, saya melihat ada beberapa perubahan besar. Pertama, sudah ada Musholla walaupun belum 100% siap di kerjakan. Kedua, sudah ada kedai tempat menjual makanan dan minuman. Saya curiga, ada warga di sini yang membaca blog saya terutama pas tulisan Pantai Budung yang bagian akhir tulisannya saya menyinggung soal tidak ada kedai yang menjual air di sini. Hahaha

Di Pantai kami cuma duduk minum pop ice kemudian foto sambil tertawa-tama.

Soal foto, pacar saya sama saja kayak cewek lain. Ribet

“Bg, foto”
“Okey”
“Tapi kalau kelihatan gendut, hapus e”
“…”

Setelah foto-foto. Dia lihat hasilnya di Hp saya.

“Tidak ada yang bagus bg. Hapus aja lah”
“Enak aja hapus. Abg dah berkorban sampai kena hujan ngambil nya ini”
“…”

Kami tidak lama di Pantai Budung. Selain karena hujan turun semakin deras, sederas rindu yang mengalir setelah menemukan pelabuhannya. Haripun sudah semakin sore.

“Yank… Balik yukk”
“Okey”
“Nanti kita makan dulu e. Lapar”
“Okey bg”

Dalam perjalananan pulang, hujan turun dengan deras. Saya ngajak dia berhenti, tapi dia nggak mau. Jadi kami pulang hujan-hujanan. Apa yang saya takutkan menjadi kenyataan. Air yang ada di jalan naik ke atas karena ban motor saya dan menyiram dia di bagian belakang.

“Bg…”
“Ha… Kenapo yank?”
“Pelan-pelan”
“Lho.. Memang nya kenapo?”
“Baju **** belakangnya basah. Kotor bg”

Di situ saya tertawa sejadi-jadinya. Tapi jujur saja, dalam moment seperti itu kesian ada, lucunya juga ada.

Sambil mencubit pinggang saya, dia bilang :

“Kenapo ketawo?”
“Lucu lah yank. Masak pergi ke pantai pakai baju putih”
“Yeee.. abg tak tau ajo kalo baju ini sudah sebulan yang lalu **** siapkan”
“…”

Sambil mengibas-ngibas baju bagian belakang yang terkena air dan butiran pasir, dia kembali mengoceh :

“Lain kali kalo mau lewat jalan macam gini lagi, bilang-bilanglah”
“Tadi jugo abg mau bilang macam gitu Yank. Dio aja yang sok kalem”
“…”

Setelah melewati jembatan, hujan turun semakin deras. Saya kembali mengingatkan dia untuk berhenti terlebih dahulu.

“Berhenti yank?”
“Lanjut aja bg”
“Hujan makin lebat lho”
“Tak apo-apo. Sesekali hujan-hujanan samo pacar. Moment langka”

Saya sih nggak masalah hujan-hujanan. Tapi saya khawatirnya sama dia. Dia tak bisa kena hujan. Pasti demam. Pasti.

Cuma mau berhenti juga, saya yakin pertimbangannya adalah waktu. Hujan tidak tahu kapan berhentinya, sedangkan hari semakin lama semakin senja.

Jadi kami teruskan perjalanan dalam hujan lebat tersebut. Tapi setelah memasuki kawasan Kucing Gila, hujan mulai mereda.

Saya bawa motornya santai-santai saja. Hitung-hitungan biar pakaian kita bisa sedikit kering walau tak kering-kering amat. Yang lucunya, pacar saya ngomel-ngomel. Baju putihnya di bagian belakang menjadi kuning-kuning karena ada pasir-pasir halus yang menempel.

“Bg, baju **** kotor. Ledah aaa”
“Tak apo yank. Moment langka”
“…”

***

Sebelum sampai di rumah kakak saya, kami singgah sebentar makan bakso tenis di temani secangkir Gingseng panas. Di cuaca dingin seperti ini, minuman tersebut yang saya rasa paling pas.

Walaupun sempat hujan-hujanan di jalan, tapi saya bersyukur telah berhasil mengajaknya sampai ke Pantai Budung. Pantai di mana rinduku ikut bersenandung.

 S E L E S A I
LihatTutupKomentar
Cancel

Silahkan tinggalkan komentar terkait tulisan di atas. Gunakan bahasa yang baik dan sopan. Terima kasih!